Skip to main content

Layanan Pendidikan Inklusi (semester 7)

 I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu (UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dengan adanya Undang-Undang tersebut berarti anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak dan bermutu.
Sejauh ini di Indonesia disediakan tiga lembaga layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) / Sekolah Khusus, Sekolah Dasar luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Umum. SDLB  adalah SLB yang menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus untuk usia SD, dan Sekolah Umum adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
 Indonesia masih banyak ABK yang belum mendapatkan hak dasar pendidikan, khususnya bagi para ABK yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil. Selain itu, sebagian besar orang tua para ABK termasuk dalam golongan yang lemah ekonomi. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah menyediakan program pelayanan yang mudah diakses oleh para ABK dimanapun mereka berada. Solusinya yaitu, setiap satuan pendidikan reguler (pendidikan dasar maupun menengah umum dan kejuruan) didorong untuk dapat menerima ABK dari lingkungan sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan tertentu sesuai tingkat perkembangannya.
Permendiknas tentang pendidikan inklusi pasal 2 ayat (1) secara jelas dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Serta dalam ayat (2) yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Pendidikan inklusi termasuk hal baru, maka perlu segera dibuat pedoman umum penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hal ini sangat perlu karena ABK juga berhak mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, serta sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
 Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meninggalkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan, dll. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dalam  memenuhi keberagaman kebutuhan siswa untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusi ini memegang tugas dan tanggung jawab yang penting, karena pada dasarnya pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan apapun merupakan kebutuhan dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan.

Pemahaman mengenai pendidikan inklusi juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang guru. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai latar belakang Pendidikan Inklusi, konsep Pendidikan Inklusi, kelebihan pendidikan inklusi, dan sejarah pendidikan inklusi.



 RUMUSAN MASALAH
Apa  Konsep Dasar Pendidikan Inklusi ?
Apa Landasan Filosofis dalam Pendidikan inklusi ?
Apa  Landasan Yuridis dalam Pendidikan Inklusi ?
Apa Landasan Pedagogis dalan pendidikan Inklusi ?
Apa Landasan Sosial dalam Pendidikan Inklusi ?
Apa  Landasan Psikologis dalam Pendidikan Inklusi ?
 Apa agaimana esesnsi dallam Pendidikan Inklusi ?
Apa tujuan Pendidikan Inklusi ?
Bagaimana peran guru dalam penanganan anak Berkebutuhan Khusus ?
Bagaimana strategi pembelajaran anak dalam penanganan Anak Berkebutuhan Khusus?
Bagaimana Proses evaluasi dan assesmen dalam pendidikan inklusi ?
Bagaimana pengembangan program pembelajaran individual (PPI) ?
TUJUAN
Untuk mengetahui apa  Konsep Dasar Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  Landasan Filosofis dalam Pendidikan inklusi ?
Untuk mengetahui apa    Landasan Yuridis dalam Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  Landasan Pedagogis dalan pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  Landasan Sosial dalam Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  Landasan Psikologis dalam Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  agaimana esesnsi dallam Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui apa  tujuan Pendidikan Inklusi ?
Untuk mengetahui Bagaimana peran guru dalam penanganan anak Berkebutuhan Khusus ?
Untuk mengetahui Bagaimana strategi pembelajaran anak dalam penanganan Anak Berkebutuhan Khusus?
Untuk mengetahui Bagaimana Proses evaluasi dan assesmen dalam pendidikan inklusi ?
Untuk mengetahui Bagaimana pengembangan program pembelajaran individual (PPI)
BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Dasar Pendidikan Inklusi
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan
Istilah inklusi memiliki ukuran universal. Istilah inklusi dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menurut Reid, masing-masing dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu sama lain. Reid ingin menyatakan bahwa istilah inklusi berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu.
Dalam ranah pendidikan, istilah inklusi dikaitkan dengan model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusi yang disampaikan Reid di atas, pendidikan inklusi didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu.
Istilah pendidikan inklusi digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah.


Inklusi adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama-sama tiap-tiap warga sekolah yaitu masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus yayasan, petugas administrasi sekolah, para siswa dan orang tua menyadari tanggung jawab bersama dalam mendidik semua siswa sedemikian sehingga mereka berkembang secara optimal sesuai potnsi mereka. Walaupun dalam pendidikan inklusi berarti menempatkan siswa berkelainan secara fisik dalam kelas atau sekolah regular, inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak berkelaian sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal. Inklusi merupakan suatu sistem yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga sekolah memahami dan mengadopsinya.
   Inklusi menyangkut juga hal-hal bagaimana orang dewasa dan teman sekelas yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan mngenali bahwa keanekaragaman siswa tidak mengharuskan penggunaan pendekatan tunggal untuk seluruh siswa. Dalam perkembangannya, inklusi juga termasuk para siswa yang dikaruniai keberbakatan, mereka yang hidup terpinggirkan, memiliki kecatatan, dan kemampuan belajarnya berada di bawah rata-rata kelompoknya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelaian dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat itu perlu dipersiapkan segala sesuatunya.
  Anak-anak berkelainan dalam lingkungan belajar bersama anak-anak normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu: mainstream, integrative, dan inklusi. Mainstream adalah suatu sistem pendidikan yang menempatkan anak-anak cacat di sekolah-sekolah umum, mengikuti kurikulum akademis yang berlaku, dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Mainstream kebanyakan diselenggarakan untuk anak-anak yang sakit yang tidak berdampak pada kemampuan kognitif, seperti epilepsy, asma dan anak-anak dengan kecacatan sensori (dengan fasilitas peralatan, seperti alat bantu dan buku-buku Braille) dan anak tunadaksa.
Integrasi berarti menempatkan siswa yang berkelainan dalam kelas anak-anak normal dimana anak-anak berkelainan hanya mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata pelajaran akademis lainnya, anak-anak berkelainan menerima pelajaran pengganti di kelas berbeda yang terpisah dari teman-teman mereka. Penempatan terintegrasi tidak sama dengan integrasi pengajaran dan integrasi sosial, karena integrasi bergantung pada dukungan yang diberikan sekolah dan dalam komunitas yang lebih luas.
Stainback (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainnya dan bagaimanapun gradasinya.
Sementara itu, Sapon-Shevin (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di seolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87)). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Menurut Permendiknas No. 70 tahun 2009 pendidikan inklusi didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaran pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
Dengan demikian, inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial. Dalam inklusi, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa, agama atau jenis kelamin, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inklusif berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai kepada adanya perbedaan dari kebutuhan belajar baik. Ia merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon keragaman siswa dan memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar daripada suatu problem.
Lebih lanjut, inklusi adalah cara berpikir dan bertindak yang memungkinkan setiap individu merasakan diterima dan dihargai. Prinsip inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat di dalam proses pembelajaran mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar secara efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang akan ditolak atau dikeluarkan dari sekolahnya sebab tidak mampu memenuhi standar akademis yang ditetapkan. Walaupun, pada sisi yang lain beberapa orang tua merasa khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki kecacatan tersebut akan menjadi bahan ejekan atau digoda orang-orang di sekitarnya.
 Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti ’bhineka tunggal ika’. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa : (1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri (4) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (‘inklusif’).
Pandangan universal Hak Asasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan.
Landasan Yuridis
Nasional
UUD 1945 (amandemen) pasal 31
Ayat(1): “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
Ayat(2): “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5

Ayat(1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
Ayat(2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus
Ayat(3): warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
Ayat(4): warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

  UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan) tahun untuk semua anak.
Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat
Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
Deklarasi Bandung: “Indonesia menuju pendidikan inklusi” tanggal8-14 agustus 2004
Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, social, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal
Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hokum, politis maupun cultural
Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal
Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan
Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan
Menyususn rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anaka berkelainan lainnya
Pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.

b. Deklarasi Bukittinggi tahun 2005
Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk “Pendidikan Untuk Semua” adalah benar-benar untuk semua.
Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra-sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan enklusi
Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan mengnhormati perbedaan individusemua warga Negara
4. Landasan Pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didika berkelaian  dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
Landasan Sosial




















BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
        Berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil kesimpulan dari pendidikan inklusif yaitu sebagai berikut:
1.         Pendidikan inklusi  adalah sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh, yang kelak diharapkan bisa memberi jaminan bahwa strategi nasional tentang “Pendidikan Untuk Semua” benar-benar dimiliki semua kalangan, tidak membeda-bedakan apakah mereka tergolong anak-anak berkelainan atau tidak. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin.
2.         Pentingnya pendidikan inklusi karena pendidikan sekarang ini belum memuaskan dan tidak semua pendidikan yang bisa menerima dan mendidik anak dari kalangan yang bebeda-beda. Maka dari itu pendidikan inklusi sangat penting untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
3.         Pendidikan inklusi mempunyai tiga landasan yaitu: landasan filosofis, yuridis, dan empiris.
4.         Pendidikan inklusi juga mempunyai tahapan dan kendala yang memang tidak luput dari kelebihan dan kekurangan pendidikan itu sendiri.






B.        Saran
Dalam pembuatan makalah ini kiranya dapat menambah wawasan tentang pendidikan inklusi. Karena banyak orang beranggapan bahwa semua pendidikan sama dan mempunyai tujuan yang sama. Maka dari itu penulis menghimbau agar kita sebagai mahasiswa harus bisa membedakan. Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada dosen pembimbing bpk. Dr. Muhammad Idris yang selalu memberikan ilmu dan nasehat yang membangun motivasi saya dalam segala hal.

https://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/



Comments

Popular posts from this blog

Permasalahan Pada Eksternal Hardware PC

No. Klasifikasi Masalah Identifikasi Masalah Diagnosa Masalah Penyelesaian Masalah 1. Printer · Selalu muncul warning di monitor ·   Periksa sumber listrik dan kabel power printer, bisa menggunakan test pen. · Perika colokan ke sumber listrik, apakah sudah terpasang dengan baik. · Mencetak tidak sesuai setting ·   Periksa kabel data yang di gunakan · ganti dengan kabel data yang lain · Print kertas double · Kertas menempel pada kertas yang lainnya · Rapikan kertas sebelum di masukkan kedalam printer 2. TV Tuner · Gambar tidak jelas · Sambungan ke TV tuner tidak rapat · Periksa sambungan · Tidak dapat menyipan ke memori ·   Memori tidak rapat · Rapatkan memori · Suara tidak ada · Kabel speaker putus · Sambung kabel

Perbedaan Individual Peserta Didik

A.  Pengertian Individu Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . Sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau  homo sapiens, mahluk yang berbuat atau  homo faber, mahluk yang dapat dididik atau  homo educandum dan seterusnya. Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Pada awal kehidupann

TOKOH PAUD

NO NAMA RANGKUMAN PENCAPAIAN 1 Jon amos Comenius (1592-1670) Pada 1631 menerbitkan the school of infancy yang berfokus pada tahun-tahun awal pendidikan seorang anak dan khususnya mengenai pendidikan oleh para ibu dirumah. Pada 1658 orbis sensualium bukuk bergambarnya yang pertama bagi anak-anak diterbitkan 2 Jean-jacques rousseau 1712-1778 Pada 1762 menerbitkan emile yang menjelaskan pandangannya tetang sistem pendidikan universal melalui pengalaman anak bernama emile. 3 J.H. Pestalozzi 1746-1827 Pada 1780 menerbitkan leonard and Gertrude: a book for the people yang memaparkan pandangan mengenai pendidikan sebagai pusat regenerasi sebuah komunitas. Dia menulis;sekolah betul-betul memerlukan hubungan yang sangat dekat dengan kehidupan rumah. Dia percaya bahwa para ibu harus cukup terdidik untuk meyngajar anak-anaknya di rumah.