Untuk mengawali tulisan ini, penulis mengutip satu paragraf dalam Wikipedia tentang manusia sebagai berikut; “Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti “manusia yang tahu”), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.”
Sebelum kita sampai kepada pendapat dalam wikipedia tersebut, terlebih dahulu mari kita mengenal hakikat manusia.
Kita sangat berkepentingan dengan pengertian dari hakikat manusia,
karena hakikat merupakan inti pokok dari sesuatu, dengan hakikat itulah
sesuatu bereksistensi. Dengan mengenali hakikat dari manusia tentu kita
akan lebih mudah memahami seluk beluk perilaku manusia. Kita akan dapat
mengenal sumber sebab dari setiap perilaku manusia atau tujuan yang
ingin dicapainya.
Manusia adalah kesatuan dari jasad dan roh yang integral. Jadi hakikat dari manusia itu adalah kesatuan jasad dan roh dalam sebuah sistem kehidupan. Dalam hal ini
perlu kita tahu bahwa setelah roh ditiupkan atau dimasukkan ke dalam
jasad oleh Sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya
menjadi nafs (jiwa). Proses ini berlangsung pada saat
penciptaan manusia pertama atau ketika bayi masih di dalam kandungan
ibunya. Suatu hakikat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi
dalam ber-eksistensi. Dengan kata lain hakikat mengacu kepada hal-hal
yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi.
Suatu hakikat lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat
yang berubah-rubah, tidak parsial ataupun yang fenomenal. Maka yang
namanya manusia (Arab; an-naas) adalah makhluk Tuhan yang
memiliki jiwa dan raga. Jika jiwa berpisah dengan raga maka hilanglah
sebutan manusia. Kalau jasad saja mungkin bernama mayat dan jiwanya
berubah namanya kembali sebagai roh. Pada hakikat itulah terletak
hal-hal lain yang menjadi atribut manusia.
Pada jasad
terdapat berbagai perlengkapan atau komponen-komponen sistem fisik,
seperti tangan, kaki, mata dan lain sebagainya. Tubuh manusia memiliki
berbagai kemampuan, seperti berlari, mengangkat barang dan sebagainya.
Kegiatan tubuh manusia tidak telrepas dari perintah dan kontrol jiwanya.
Barang kali persoalan jasad atau jasmani semua kita mengenalnya, tentu
saja yang lebih tahu adalah ilmu Anatomi, dan kita tidak membahasnya
dalam kesempatan ini. Penulis akan fokuskan penjelasan ini pada aspek
kejiwaan.
Pada jiwa
terdapat pula berbagai perlengkapan atau komponen-komponen sistem
kejiwaan. Diantara faktor-faktor sebagai perlengkapan jiwa adalah:
1. Hati, dalam Al-Quran
diterangkan bahwa hati adalah perangkat jiwa yang berfungsi untuk
memahami atau mengerti, maka hati berfungsi menerima informasi, mengolah
atau mengelola dan menyimpannya. Hati dalam menjalankan tugas atau
fungfsinya ada faktor-faktor sebagai perangkatnya. Untuk dapat
menjalankan tugas-tugasnya, perangkat hati antara lain; akal, pikir, hawa (keinginan) dan fuad ( kemampuan untuk menerima dan kemampuan untuk menolak) serta syahwat.
2. Pendengaran, kemampuan ini berfungsi melalui organ jasmani yakni melalui telinga.
3. Penglihatan, kemampuan ini berfungsi melalui organ jasmani, yakni melalui mata.
4. Perabaan, kemampuan peraba ini dapat berfungsi melalui kulit,
5. Perasa berfungsi dengan menggunakan lidah dan
6. Penciuman berfungsi dengan organ hidung.
Perangkat jiwa yang terintegrasi dengan
organ jasad poin 2 – 6 di atas biasa juga disebut dengan panca indera.
Panca indra itu yang bertugas menangkap dan mengirimkan stimulus atau
pesan kedalam hati, kemudian hati akan mengelola pesan atau informasi
tersebut dengan perangkat yang bernama akali.
Bahagian jiwa yang disebut hati
seakan-akan bagaikan sebuah dapur di sebuah rumah atau sentralnya jiwa
manusia. Informasi-informasi yang dibawa oleh panca indera akan dikelola
oleh akal. Akal akan melakukan klasifikasi atau pengelompokan informasi
tersebut, mungkin tentang bentuk, sifat, guna, hukum kausalitas dan
sebagainya, kemudian disimpan. Setiap gambaran yang diterima oleh
panca indera, baik ukuran kecil atau besar, baik berupa fakta, konsep
atau prinsip diberi nama.
Akumulasi informasi atau gambaran yang tersimpan tersebutlah yang
dianggap sebagai pengetahuan. Dalam hal ini tentang fungsi akal
diisyaratkan oleh surat Al-Jatsiah ayat 5.…” dan
pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari
langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya;
dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang berakal.” Maka dalam ayat tersebut terang sekali dari
fungsi akal, yakni memahami tentang hukum kausalitas. Akal bekerja
menemukan hubungan sebab akibat, yakni kenapa terjadi malam dan kenapa
terjadi siang serta kenapa terjadi perkisaran angin.
Dari berbagai renungan dan percobaan
atau eksperimen , maka manusia (para ilmuwan) menemukan jawabannya. Jika
belahan bumi menghadap ke mata hari maka permukaan bumi akan terjadi
siang. Demikian pula sebaliknya, belahan bumi yang lain terjadi gelap
atau malam. Demikianlah seterusnya. Jika ada informasi dibawa oleh panca
indera kedalam hati yang berupa problem atau permasalahan, maka
tugas-tugas akan dikerjakan oleh pikir terutama. Pikir
adalah kemampuan yang ada dalam hati manusia menghubungkan
permasalahan dengan pengetahuan yang telah ada. Adakalanya proses
menghubungkan itu berlangsung sangat cepat adakalanya sangat lambat atau
lama. Misalnya ada informasi berupa pertanyaan 2 + 2 = ……. ? dengan
kecepatan tinggi pikiran akan menemukan pengetahuan yang telah ada yang
bersesuaian sebagai jawabannya dan dengan segera pikir memberikan respon. Adakalanya memang sangat lambat. Fungsi pikir ini diisyaratkan dalam surat A l- Jatsiah ayat 13.
… “ Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berpikir “. Jadi kata “menundukkan” adalah dalam arti bisa
diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memecahkan masalah
kehidupan umat manusia. Dalam hal ini ada kata-kata orang bijak;
bertukar pikiran kita, itu adalah baik. Tetapi bertukar akal , .. sekali-kali jangan.
Selanjutnya dalam hati ada perangkat yang dapat berfungsi namanya Hawa (keinginan). Setiap orang punya hawa
atau perasaan ingin, cinta, cenderung, atau suka pada apa yang ada di
sekitarnya. Di dalam hawa ini juga terdapat apa yang sering disebut syahwat
(keinginan untuk melakukan hubungan seks). Tetapi sayang sekali hampir
semua orang memberikan pengertian yang tidak baik (negatif) jika ada
orang yang berkata tentang hawa nafsu. Pada hal hawa nafsu
artinya adalah keinginan jiwa (keinginan seseorang). Tidak ada manusia
yang tidak mempunyai hawa (keinginan). Jika hawa nafsu diartikan
negatif, akan terhalang penalaran untuk mengembangkan pemikiran terhadap
aspek lain, seperti memahami motif-motif manusia untuk berbuat.
Berkenaan dengan pemahaman kita terhadap hawa nafsu (diperlukan
kehati-hatian), karena hawa nafsu itu ada tertuju kepada yang baik ada
pula yang tertuju kepada yang tergolong jelek atau terlarang. Makanya
yang penting kita ketahui disini adalah bukan hawa nafsu (jiwa) itu yang
jelek, akan tetapi yang jelek itu adalah objek yang diinginkan itu,
atau prosedur yang ditempuh tidak legal. Misalnya keinginan manusia
terhadap hubungan seks dengan lawan jenisnya. Keinginan itu adalah wajar
sebagai manusia normal. Ada orang yang melakukannya melalui prosedur
yang legal (pernikahan) dan ada yang tidak. Persoalan ini dibahas pula
dalam kesempatan dan tulisan yang lain.
Dalam hati ada kemampuan untuk menerima atau menolak sesuatu , dalam bahasa Al-Quran adalah Fuad yakni kemampuan untuk menerima atau menolak , menyenangi atau membenci. Setiap orang juga memiliki fuad.
Seseorang memiliki kemampuan untuk menerima sangat tinggi dan ada juga
yang rendah. Misalnya kita mampu menelan obat yang sangat pahit, (pada
hal rasa pahit tidak seorang pun yang suka atau menginginkannya), karena
kita telah tahu bahwa memang obat itu dapat menyembuhkan penyakit.
Makanan yang rasanya pahit mendatangkan kesehatan. Kita mampu pula
menolak yang manis dan enak, karena memang yang enak itu mungkin akan
mendatangkan siksa pada kemudian hari. Contoh yang sangat baik
dalam surat Al-Qashash pada
zaman Fir’aun tentang cerita kemampuan ummi (ibu) nabi Musa as
menerima sebuah perintah. Dia mendapat perintah dari Allah untuk
menghanyutkan bayinya (Musa as) ke sungai. Tugas itu dilaksanakannya
dengan baik (walaupun dalam keadaan sangat berat hati). Begitulah
kondisi fuad Umi Musa. r a.
Bagian lain dari perangkat yang ada di dalam hati manusia adalah syahwat. Syahwat
merupakan keinginan terhadap berhubungan dengan lawan jenis. Syahwat
berkembang pada usia biasanya dikenal dengan istilah masa pubertas.
Syahwat sangat penting fungsinya dalam kehidupan manusia, terutama untuk
membentuk rumah tangga atau memelihara keturunan. Syahwat juga sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku-perilaku manusia.
Tentu saja sistem kerja hati tidak
sesederhana uraian diatas. Sistem kerjanya terkadang sangat mudah dan
sering sangat rumit untuk dimengerti. Apalagi lagi jika memahami saling
kerjasama atau saling keterkaitan masing-masing perangkat hati tersebut
dan juga jika masuk faktor hidayah dan (intuisi).
Demikian uraian singkat ini, semoga dapat dijadikan perbandingan dalam bernalar.
Comments